Monday, October 25, 2010

HUKUM MINUMAN KERAS DAN HIKMAH DILARANGNYA



1.      Pengertian Minuman Keras
Yang dimaksud dengan minuman keras adalah segala jenis minuman yang memabukan, sehingga dengan minumannya menjadi hilang kesadarannya. Yang termasuk minuman keras seperti arak(khamar), minuman yang banyak mengandung alkhol, seperti wine, whisky, brendy, samagne, malaga dan sebagainya. Selain itu juga adalah benda yang memabukan, seperti : ganja, morfin, candu, pil BK, nipan, magadon, extasy, shabu-shabu dan lain-lain, sama termasuk kategori minuman keras.
2.      Hukum Dilarangnya Minuman Keras
Hukum minuman keras adalah haram, pelakunya termasuk dosa besar
Allah swt. berfirman

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS Al-Maidah :90)
Rasulullah saw, bersabdah:
Artinya:
“apa pun yang banyak memabukan, maka sedikitnya pun haram”.(HR. Nasa’I dan Abu Dawud)
Bagi peminumnya termasuk dosa besar dan dilaknat oleh Allahswt. Rasulullah. Bersabdah:
Artinya :
Dari abdullah nbin umar, rasulullah saw. Bersabdah : “ barang siapa minum khamar dan peminumnya, orang yang memberi minum dengannya, pemjualnya, pembelinya, pemerasanya, orang yang menyuruh memerasnya, pembawanya dan yang dibawakan ( yang pemiliknya).” ( HR.Abu dawud)
3.      Had Minuman Minuman Keras
Orang yang meminum minuman keras mendapat had )hukum)yaitu dijilid (didera) antara 40 sampai 80 kali.
Nabi saw. Bersabdah:
Artinya :
Dari Anas Bin Malik r.a. “ dihadapakan kepada nabi saw. Seseorang yang telah meminumkhamar, kemudian beliau menjilidnya dengan dua tangkai pelepah kurmakira-kira 40 kali”. (Muttafaq ‘Alaih)
Tentang jumlah pukulan bagi peminum khamar, ulamah berpendapat. Sebab rasulullah juga tidak menyebutkan atau memberi batasan tentang bilangan pukulannya. Tidak seperti had zina ghair mushan atau had qadzaf. Iman abu hanifah, iman malik dan ahmad bin hanbal berpendapat bahwa had peminum khamar adalah 80 kali pukulanjilid. Mereka beralasan bahwa shabat, setelah bermusnyawarah menetapkan secara ijmah had peminum khamar 80 kali  pukul.
 Hadits nabi dalam cerita Al-walid bin uqbah.
Artinya :
“ nabi telah mendera(peminum keras) 40 kali, abu bakar menderanya 40 kali dan umar menderanya 80 kali, dan semuanya sunah sedangkan yang paling saya senangi ialah 80kali dera”. (HR.Muslim)
Sementara iman syafi’I, abu daud dan ulamah-ulamah zhahiriyah berpendapat bahwa had bagi peminum minuman keras adalah 40 kali pukulan. Tetapi iman atau hakim dapat menambah 40 kali, sehingga mencapai 80 kali pukulan. Tambahan 40 kali merupan ta’zir hak imam. Jikaperlu bisa ditambah, dan jika cukup 40 kali pukulan.
4.      Bahaya Minuman Keras
Minuman keras yang beredar semuanya mengandung campuran alkhol atu etanol. Apabila diminum dalam jumlah tetentu, maka peminum akan menjadi mabuk. Hal ini karenakan alkoholatau etanol dapat merusak jaringan syarafnya diseluruh tubu, ternmasuk syaraf otak yang menjadi pusat pengendali kesadaran manusia. Jika dilakukan secara kontinyu(terus menerus), maka dapat merusak jaringan tubuh secara total. Seluruh jaringan syarafnya rusak seperti kabel listrik bisa yang konsleting. Hanya bedanya kalau kabel listrik bisa diganti dengan yang baru, tapi syaraf manusia tidak bisa diganti dengan yang baru, kecuali tinggal menunggu kematian saja.
            Selain merusak kesehatan tubuh, miras dapat merusak tatanan kehidupan sosial. Banyak pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, perzinaan dan kejahatan lainya diawali dengan terlebih dahulu menenggak minuman keras atau pil goyang kepala oleh pelakunya.
            Kejahatan akibat dari minuman keras ini tidak berdiri sendiri, tapi selalu ada kaitannya dengan kejahatan lainnya yang saling berkorelasi, yaitu yang dikenal dengan lima M: main (berjudi), Mandat(mengisap candu,narkoba). Maling(mencuri, merampok,), Minum(mabuk), dan Madon(main perempuan/ zina).
            Demikian pula pil-pil laknat mempeunyai dampak yang lebih keras dari pada minuman keras, karena sudah dircik dengan berbagi zat kimia dan adiktif yang berbahaya bagi tubuh manusia.
Extasi atau inex shabu-shabu merupakan turunan amfetamine, dengan unsur utama N, alpha- dimenthylamine (MDMA). Dulunya amfetamine biasa digunakan untuk menguruskan badan,. Kemampuan lainnya adalh digunakan untuk mengatur peredaran syaraf pusat, terutama syaraf otonom yang mengatur peredaran darah dan pernapasan . sehingga orang yang mengkonsumsi zat ini mapu bergerak non stop tampa rasa capek, sangup bergadangsemalam suntuk tampa rasa ngantuk, tetapi jika dosinya terlalu tinggi, atau pengunanya yang terus-menerus akan menyebabkan psikosis, yaitu kelainan jiwa yang mengakibatkan kematian.
            Karena agama telah melarang memakanan dan minuman yang dapat merusak otak dan susunan syaraf manusia.
5.      Hikmah Dilarngnya Minuman Keras
a.       Menjaga kesehatn badan dan mental
Minuman keras ini sangat berbahaya baik bagi peminum maupun  akibatnya bagi orang lain. Minuman keras itu merusak jaringan syaraf terutama syaraf otak, merusak hati(liver) dan hancurnya jiwa/rohani. Dengan diharamkannyua minuman keras, maka manusia akan menjahuinya. Sehingga dengan demikian akan terhindar dari bahaya-bahaya tersebut diatas.

b.      Menhindari lahirnya kejahatan sosial.
Orang yang dalam keadaan mabuk sering melakukan kejahatan pada orang lain. Dengan menjauhi perbuatan tersbut, maka kehidupan masnyarakat dapan menjadi lebih tenang  dan damai.
c.       Menjaga generasi penerus agar lebih baik, sehat jasmani dan rohani.
d.      Melindungi kehoratan. Banyak bukti bahwa pelaku pemerkosaan terhadap wanita sebagian besar adalah peminum minuman keras.
6.      Menjauhi miras
Bagi yang belum pernah menkonsumsi miras, jangnlah mencoba untuk mencicipinya meskipun hanya sedikit. Sekali kita mencoba, sehumur hidup bisa sengsara. Para pecandu miras, atau sekarang lebih dikenal dengan istilah narkoba, berawal daricoba-coba dari temannya atau dari orang yang sengaja menjebaknya agar kita menjadi pengguna narkoba. Diawali dengan kemudajhan –kemudahan yang ia berikan, seperti memiliki narkoba secara gratis atu harga murah, sampai pada saatnya seseorang sudah kecanduan kemudahan-kemudahan itu tidak diberikannya lagi. Maka bila sudah kecanduan, apa pun dilakukannya asalkan memperoeh narkoba, seperti berbohong, menjual barang-barang berharga, mencuri, merampok, bahkan membunuh demi memperoleh uang untuk membeli narkobah.
Maka upaya untuk menjauhi miras/narkoba harus diawali sekarang, atas dasar kesadarn, bahwa miras itu membahayakan dan tidak ada gunanya dalam kehidupan kita.
Bagi yang sudah terjebak dalam minuman setan ini, tumbuhkan tekad dan keyakinan yang kuat untuk menjahuhinya. Ucapkan selamat tinggal padnya, karena miras itu akan merusak kehidupan dan masa depan kita. Sambil berusaha jangan lupa berdo’a memohon petunjuk dan dan kekuatan dari Allah swt. Agar dihindari dari perbuatan-perbuatan yang terkutuk itu.

Thursday, October 21, 2010

Latihan Otot Bahu Tampa Beban

Untuk melatih otot dada tanpa alat, bisa dengan melakukan gerakan push up ya. Untuk variasi, tangan bisa diletakan lebih tinggi dari kaki untuk memfokuskan gerakan pada dada bawah (incline push up), atau kaki yang diletakan lebih tinggi dari lengan untuk memfokuskan gerakan pada dada atas (decline push up)
push up
incline push up
untuk melatih otot lengan belakang (tricep) tanpa alat bisa melakukan dengan gerakan close grip push up (push up dengan tangan rapat), dan gerakan bench dip seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
close grip push up
    
bench dip
Untuk melatih lengan depan (bicep) agak sulit juga jika tidak menggunakan beban ya, yang bisa dilakukan hanya dengan melakukan gerakan reverse grip pull up, walau sebenarnya gerakan ini untuk melatih otot punggung
 reverse grip pull up

Wednesday, October 13, 2010

Getaran Perasaan

Kalau apa saja guna berpikir itu, semua sudah tahu. Jelas. Tapi apa guna perasaan?
Selama ini saya pikir kemampuan berpikir itu yang terpenting. Melalui berpikir kita bisa memecahkan banyak masalah. Kita menjadi tahu dunia ini. Kita menjadi tahu langkah apa, perbuatan apa, yang harus kita lakukan. Dan banyak orang sependapat dengan saya dalam hal ini.
Tapi, apa guna perasaan?
Saya pernah merasa heran, mengapa kita diberi perasaan. Gara-gara punya perasaan, hidup kita bisa susah. Kita jadi penakut. Bisa patah hati. Bisa kecewa. Bisa gelisah, tidak bisa tidur. Bahkan bisa stres, dan ujungnya sakit parah.
Itu semua gara-gara perasaan, bukan gara-gara berpikir.
Belakangan saya mengerti, betapa perasaan itu sangat penting. Tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, ketimbang berpikir.
Ternyata kita berkomunikasi dengan perasaan, bukan dengan pikiran. Kalau saya bertemu orang, saya jarang bisa menebak apa isi pikirannya. Tapi saya bisa menebak apa perasaannya. Mengapa? Karena perasaan membuat orang ini memancarkan getaran-getaran yang kuat, yang saya bisa tangkap. Sedang sinyal getaran berpikir itu tidak sekuat sinyal perasaan. Jadi kita berkomunikasi dengan perasaan. Sambung rasa. Pikiran kita itu kita modulasikan, tumpangkan, pada perasaan barulah pikiran itu tiba dengan efektif.
Jadi saya pikir sebenarnya kita bekomunikasi dengan Tuhan pun demikian. Melalui perasaan. Bukan melalui pikiran tapi melalui perasaan. Pikiran itu harus kita tumpangkan, modulasikan, pada perasaan, barulah tiba pada Tuhan.
Untuk itu perasaan kita harus bergetar pada getaran resonansi yang sama dengan getaran Tuhan. Getaran kita harus punya frekuensi sama. Kita harus punya perasaan yang sama dengan perasaan Tuhan, baru kita bisa nyambung.
Kemudian ternyata kita bahagia karena perasaan, bukan pikiran. Kita bahagia saat tubuh kita bergetar oleh getaran perasaan.
Masihkah anda ingat getaran cinta, getaran parasaan, saat anda menyentuh si dia? Saat kekasih anda membelai anda. Dan kita benar-benar bergetar. Nyetrum. That is what I’m talking about. Betapa menyenangkan perasan getaran yang hangat itu. Terjadi getaran pada frekuensi sama, beresonansi, anda dengan si dia.
Nah kebahagiaan sejati itu terjadi saat getaran perasaan anda beresonansi dengan getaran perasaan Tuhan. Anda merasakan kehadirannya dalam hidup anda. Anda memikirkan pikiranNya. Anda merasakan perasaanNya. Nyetrum.
Jadi perasaan kita itu bergetar. Dan kita bisa happy karena kita sama-sama bergetar pada frekuensi yang menyenangkan bersama dengan orang lain. Dan kebahagiaan sempurna terjadi saat kita mampu menggetarkan perasaan kita pada getaran Ilahi. Sumber kehidupan kita. Pencipta kita.
Oleh sebab itu, jangan lupa setiap saat kita harus mengisi pikiran dan hati kita dengan perasan sukacita. Perasaan senang. Karena kita akan bergetar pada getaran perasaan yang menyenangkan. Dan beresonansi dengan orang-orang lain pada frekuensi itu, sehingga merekapun menjadi senang.
Jadi ternyata berkat terbesar bagi hidup kita adalah perasaan kita. Kebahagiaan terjadi saat anda tergetar. Kesetrum. Oleh getaran perasaan.
 
i
 

Sunday, October 10, 2010

BUGHAT


B U G H A T (PEMBERONTAK)
Makna Bahasa Bughat
Bughat بُغَاةٌ ) ( adalah bentuk jamak اَْلبَاغِيُ , yang merupakan isim fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kataبَغى (fi’il madhi),َيبْغِيُ (fi’il mudhari’), danبُغْيَةً - بَغْيًا بُغَاءً - (mashdar). Kata بَغى mempunyai banyak makna, antara lain طَلَبَ (mencari, menuntut), ظَلَمَ (berbuat zalim), إِعْتَدَى / تَجَاوَزُالْحَدَّ (melampaui batas), dan كَذَبَ (berbohong) (Anis, 1972:64-65, Munawwir, 1984:65 & 106, Ali, 1998:341).
Dengan demikian, secara bahasa, البَاغِيُ (dengan bentuk jamaknyaاَلْبُغَاةُ ) artinya اَلظَّالِمُ (orang yang berbuat zalim), اَلْمُعْتَدِيْ (orang yang melampaui batas), atau اَلظَّالِمُ الْمُسْتَعْلِيْ (orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri) (Ali, 1998:295, Anis, 1972:65).
Makna Syar’i Bughat
Dalam definisi syar’i --yaitu definisi menurut nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah-- bughat memiliki beragam definisi dalam berbagai mazhab fiqih, meskipun berdekatan maknanya atau ada unsur kesamaannya. Kadang para ulama mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu al-baghy[u] (pemberontakan).
Berikut ini definisi-definisi bughat yang dihimpun oleh Abdul Qadir Audah (1996:673-674), dalam kitabnya التشريع الجنائي الإسلامي ) At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy), dan oleh Syekh Ali Belhaj (1984:242-243), dalam kitabnya فصل الكلام في مواجهة ظلم الحكام (Fashl Al-Kalam fi Muwajahah Zhulm Al-Hukkam)

A. Menurut Ulama Hanafiyah.

... البغي … الخروج عن طاعة إمام الحق بغير حق , و الباغي … الخارج عن طاعة إمام الحق بغير حق
( حاسية ابن عابدين ج: 3 ص: 426 – شرح فتح القدير ج: 4 ص: 48 )
"Al-Baghy[u] (pemberontakan) adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah) yang haq (sah) dengan tanpa [alasan] haq. Dan al-baaghi (bentuk tunggal bughat) adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq.” (Hasyiyah Ibnu Abidin, III/426; Syarah Fathul Qadir, IV/48).
B. Menurut Ulama Malikiyah

... البغي ... الإمتناع عن طاعة من ثبتت إمامته في غير معصية بمغالبته ولو تأويلا ...
... البغاة ... فرقة من المسلمين خالفت الإمام الأعظم أو نائبه لمنع حق وجب عليها أو لخلفه
( شرح الزرقاني و حاشية الشيبان ص: 60)

Al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk mentaati orang yang telah sah menjadi imam (khalifah) dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah) walaupun karena alasan ta`wil (penafsiran agama)…
Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya, untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menggantikannya.” (Hasyiyah Az-Zarqani wa Hasyiyah Asy-Syaibani, hal. 60).
C. Menurut Ulama Syafi’iyah

... البغاة ... المسلمون مخالفو الإمام بخروج عليه و ترك الانقياد له أو منع حق توجه عليهم بشرط شوكة
لهم و تأويل و مطاع فيهم ( نهاية المحتاج ج: 8 ص: 382 ؛ المهذب ج: 2 ص: 217 ؛ كفاية الأخيار
ج: 2 ص: 197 – 198 ؛ فتح الوهاب ج: 2 ص: 153 )

Bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang yang seharusnya wajib mereka tunaikan (kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang ditaati (muthaa’) dalam kelompok tersebut.” (Nihayatul Muhtaj, VIII/382; Al-Muhadzdzab, II/217; Kifayatul Akhyar, II/197-198; Fathul Wahhab, II/153).

... هم الخارجون عن طاعة بتأويل فاسد لا يقطع بفساده إن كان لهم شوكة بكثرة أو قوة و فيهم مطاع
( أسنى المطالب ج: 4 ص: 111 )

Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati.” (Asna Al-Mathalib, IV/111).

Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah pemberontakan dari suatu kelompok orang (jama’ah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati (muthaa’), dengan ta`wil yang fasid (Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, II/674)
D. Menurut Ulama Hanabilah

... البغاة ... الخارجون عن إمام ولو غير عدل بتأويل سائغ و لهم شوكة ولو لم يكن فيهم مطاع
( شرح المنتهى مع كشاف القناع ج: 4 ص: 114 )

Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang imam --walaupun ia bukan imam yang adil-- dengan suatu ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai kekuatan (syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka.” (Syarah Al-Muntaha ma’a Kasysyaf al-Qana’, IV/114).
E. Menurut Ulama Zhahiriyah

... بأنهم ينازعون الإمام العادل في حكمه فيأخذون الصدقات و يقيمون الحدود
( ابن حزم , المحلى ج: 12 ص: 520 )

Bughat adalah mereka yang menentang imam yang adil dalam kekuasaannya, lalu mereka mengambil harta zakat dan menjalankan hudud” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XII/520).

... البغي هو الخروج على إمام حق بتأويل مخطىء في الدين أو الخروج لطلب الدنيا
( ابن حزم , المحلى ج: 11 ص: 97 - 98 )

Al-Baghy[u] adalah memberontak kepada imam yang haq dengan suatu ta`wil yang salah dalam agama, atau memberontak untuk mencari dunia.” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XI/97-98).
F. Menurut Ulama Syiah Zaidiyah

... الباغي ... من يظهر أنه محق و الإمام مبطل و حاربه أو غرم وله فئة أو منعة أو قام بما أمره للإمام
( الروض النضير ج: 4 ص: 331 )

Bughat adalah orang yang menampakkan diri bahwa mereka adalah kelompok yang haq sedang imam adalah orang yang batil, mereka memerangi imam tersebut, atau menyita hartanya, mereka mempunyai kelompok dan senjata, serta melaksanakan sesuatu yang sebenarnya hak imam.” (Ar-Raudh An-Nadhir, IV/331).

Definisi Yang Rajih
Dari definisi-definisi tersebut, manakah definisi yang kuat (rajih)? Untuk itu perlu dilakukan pengkajian yang teliti. Dengan meneliti definisi-definisi di atas, nampak bahwa perbedaan yang ada disebabkan perbedaan syarat yang harus terpenuhi agar sebuah kelompok itu dapat disebut bughat (‘Audah, 1996:674). Misalnya, menurut ulama Syafi’iyah, syarat bughat haruslah karena ta`wil yang fasid, yaitu mempunyai penafsiran yang salah terhadap nash (Asna Al-Mathalib, IV/111). Sementara ulama Zhahiriyah, syarat bughat bisa saja karena ta`wil yang salah atau karena alasan duniawi, misalnya memperoleh harta benda atau jabatan (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XI/97-98).
Sedangkan syarat itu sendiri, dalam ushul fiqih, maksudnya adalah syarat syar’iyah, bukan syarat aqliyah (syarat menurut akal) atau syarat ‘aadiyah (syarat menurut adat) (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, I/186). Jadi syarat itu sebenarnya merupakan hukum syara’ (bagian hukum wadh’i), yang wajib bersandar kepada dalil syar’i, seperti wudhu --sebagai salah satu syarat shalat-- berdalil surah Al-Maidah ayat 6. Maka, untuk melihat definisi yang rajih, atau untuk membuat definisi yang jami`an (mencakup unsur-unsur yang harus ada dalam definisi) dan mani’an (mencegah unsur-unsur yang tak boleh ada dalam definisi), kita harus melihat dalil-dalil syar’i yang mendasari terbentuknya definisi bughat.
Dalil-dalil pembahasan bughat, adalah QS Al-Hujurat ayat 9 (Al-Maliki, 1990:79), dan juga hadits-hadits Nabi SAW tentang pemberontakan kepada imam (khalifah). Di antara ulama ada yang mengumpulkan dalil-dalil hadits ini dalam bab khusus, misalnya Imam Ash Shan’ani mengumpulkannya dalam bab Qitaal Ahl Al-Baghiy dalam kitabnya Subulus Salam III hal. 257-261. Abdul Qadir Audah mengumpulkannya pada aliena (faqrah) ke-659 dalam An-Nushush Al-Waridah fi Al-Baghiy dalam kitabnya At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy (Audah, 1992:671-672). Di samping nash-nash syara’, pendefinisian bughat juga dapat mempertimbangkan data tarikh (sejarah) shahabat yang mengalami pemberontakan, seperti sejarah Khalifah Ali bi Abi Thalib dalam Perang Shiffin dan Perang Jamal. Imam Asy-Syafi’i –rahimahullahu-- berkata,”Saya mengambil [hukum] tentang perang bughat dari Imam Ali radhiyallahu ‘anhu.” (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1999:310). Dalam hal ini telah terdapat Ijma’ Shahabat mengenai wajibnya memerangi bughat (Al-Anshari, t.t. :153; Al-Husaini, t.t.:197).
Dengan mengkaji nash-nash syara’ tersebut, dapat disimpulkan ada 3 (tiga) syarat yang harus ada secara bersamaan pada sebuah kelompok yang dinamakan bughat, yaitu :
  1. pemberontakan kepada khalifah/imam (al-khuruj ‘ala al-khalifah),
  2. adanya kekuatan yang dimiliki yang memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi (saytharah),
  3. mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya (Al-Maliki, 1990:79; Haikal, 1996:63).
Syarat pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah (imam) (al-khuruuj ‘ala al-imam). Hal ini bisa terjadi misalnya dengan ketidaktaatan mereka kepada khalifah atau menolak hak khalifah yang mestinya mereka tunaikan kepadanya, semisal membayar zakat. Syarat pertama ini, memang tidak secara sharih (jelas) disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat 9 :

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ ...

Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (zalim) maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah ...” (QS Al-Hujurat [49]:9)

Namun demikian, Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari (w.925 H) dalam Fathul Wahhab (II/153) mengatakan,”Dalam ayat ini memang tidak disebut ‘memberontak kepada imam’ secara sharih, akan tetapi ayat tersebut telah mencakupnya berdasarkan keumuman ayatnya, atau karena ayat tersebut menuntutnya. Sebab jika perang dituntut karena kezaliman satu golongan atas golongan lain, maka kezaliman satu golongan atas imam tentu lebih dituntut lagi.”
Jadi, dalil syarat pertama ini (memberontak kepada imam) adalah keumuman ayat tersebut (QS 49:9). Selain itu, syarat ini ditunjukkan secara jelas oleh hadits yang menjelaskan tercelanya tindakan memberontak kepada imam (al-khuruj ‘an tha’at al-imam). Misalnya sabda Nabi SAW :

... مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً ... ( روه مسلم عن أبي هريرة )

Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari Abu Hurairah).
Adapun yang dimaksud imam atau khalifah, bukanlah presiden atau raja atau kepala negara lainnya dari negara yang bukan negara Islam (Daulah Islamiyah/Khilafah). Abdul Qadir Audah menegaskan, “[Yang dimaksud] Imam, adalah pemimpin tertinggi (kepala) dari Negara Islam (ra`is ad-dawlah al-islamiyah al-a’la), atau orang yang mewakilinya...” (At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, Juz II hal. 676).
Hal tersebut didasarkan dari kenyataan bahwa ayat tentang bughat (QS Al-Hujurat : 9) adalah ayat madaniyah yang berarti turun sesudah hijrah (As Suyuthi, 1991:370). Berarti ayat ini turun dalam konteks sistem negara Islam (Daulah Islamiyah), bukan dalam sistem yang lain. Hadits-hadits Nabi SAW dalam masalah bughat, juga demikian halnya, yaitu berbicara dalam konteks pemberontakan kepada khalifah, bukan yang lain (Lihat Subulus Salam, III/257-261). Demikian juga, pemberontakan dalam Perang Shiffin yang dipimpin Muawiyah (golongan bughat) melawan Imam Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah, jelas dalam konteks Daulah Islamiyah (Lihat Al-Manawi, Faidh Al-Qadir, II/336).
Dengan demikian, pemberontakan kepada kepala negara yang bukan khalifah, misalnya kepada presiden dalam sistem republik, tidak dapat disebut bughat, dari segi mana pun, menurut pengertian syar’i yang sahih.
Syarat kedua, mempunyai kekuatan yang memungkinkan kelompok bughat untuk mampu melakukan dominasi. Kekuatan ini haruslah sedemikian rupa, sehingga untuk mengajak golongan bughat ini kembali mentaati khalifah, khalifah harus mengerahkan segala kesanggupannya, misalnya mengeluarkan dana besar, menyiapkan pasukan, dan mempersiapkan perang (Kifayatul Akhyar, II/197). Kekuatan di sini, sering diungkapkan oleh para fuqaha dengan istilah asy-syaukah, sebab salah satu makna asy-syaukah adalah al-quwwah wa al-ba`s (keduanya berarti kekuatan) (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 501). Para fuqaha Syafi’iyyah menyatatakan bahwa asy-asyaukah ini bisa terwujud dengan adanya jumlah orang yang banyak (al-katsrah) dan adanya kekuatan (al-quwwah), serta adanya pemimpin yang ditaati (Asna Al-Mathalib, IV/111).
Syarat kedua ini, dalilnya antara lain dapat dipahami dari ayat tentang bughat (QS Al Hujurat:9) pada lafazh وَإِنْ طَائِفَتَان ...ِ (jika dua golongan...). Sebab kata طَائِفَةٌ artinya adalah اَلْجَمَاعَةُ (kelompok) dan اَلْفِرْقَةُ (golongan) (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 571). Hal ini jelas mengisyaratkan adanya sekumpulan orang yang bersatu, solid, dan akhirnya melahirkan kekuatan. Maka dari itu, Taqiyuddin Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar (II/198) ketika membahas syarat “kekuatan”, beliau mengatakan,”...jika (yang memberontak) itu adalah individu-individu (afraadan), serta mudah mendisiplinkan mereka, maka mereka itu bukanlah bughat.” Dengan demikian, jika ada yang memberontak kepada khalifah, tetapi tidak mempunyai kekuatan, misalnya hanya dilakukan oleh satu atau beberapa individu yang tidak membentuk kekuatan, maka ini tidak disebut bughat.
Syarat ketiga, mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Para fuqaha mengungkapkan syarat penggunaan senjata dengan istilah man’ah, atau terkadang juga dengan istilah asy-syaukah, karena asy-syaukah juga bisa berati as-silaah (senjata). Man’ah (boleh dibaca mana’ah) memiliki arti antara lain al-‘izz (kemuliaan), al-quwwah (kekuatan), atau kekuatan yang dapat digunakan seseorang untuk menghalangi orang lain yang bermaksud [buruk] kepadanya (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 888).
Dalil syarat ketiga terdapat dalam ayat tentang bughat (QS Al Hujurat : 9), yaitu pada lafazh اقْتَتَلُوا (kedua golongan itu berperang). Ayat ini mengisyaratkan adanya sarana yang dituntut dalam perang, yaitu senjata (as-silaah). Selain dalil ini, ada dalil lain berupa hadits di mana Nabi SAW bersabda :

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّّلاحَ فَلَيْسَ مِنّاَ ( متفق عليه عن ابن عمر )

Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.” (Shahih Bukhari No. 6366, Shahih Muslim No. 143. Lihat Bab Qitaal Ahl Al-Baghi, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, III/257. Lihat juga hadits ini dalam Kitab Qitaal Ahl Al-Baghi, Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/217).
D         engan demikian, jika ada kelompok yang menentang dan tidak taat kepada khalifah, tetapi tidak menggunakan senjata, misalnya hanya dengan kritikan atau pernyataan, maka kelompok itu tak dapat disebut bughat.
Berdasarkan semua keterangan di atas, maka jelaslah bahwa definisi bughat adalah kelompok yang padanya terpenuhi 3 (tiga) syarat secara bersamaan, yaitu : (1) melakukan pemberontakan kepada khalifah/imam, (2) mempunyai kekuatan yang memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi, dan (3) mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya  

Tindakan hukum terhadap bughat
Orang-orang yang membangkang harus diusahakan untuk kembali mentaati iman atau pimpinan yang sah. Upaya untuk mengembalikan mereka harus ditempuh dengan cara-cara yang baik dan benar. Tindakan yang dilakukan harus bertahap dari cara yang paling ringan sampai yang paling berat. Misalnya dengan diberikan pengertian, jika tidak berhasil, maka bisa diberikan ultimatum, atau bahkan ancaman untuk memeranginya. Jika masih belum bisa dengan cara ini, maka boleh diperangi.
Allah swt. Berfirman :
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã 3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ̍øBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ
Artinya :
 Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.(QS Al-Hujuraat : 9)

Rasulullah bersabdah :
Artinya :

“ barang siapa yang didatangi kelompok yang bermaksud memecahkan persatuan kamu sekalian, maka bunuhlah mereka.” (HR.Muslim)

Status hukum bughat
Orang yang membangkang jika benar-benar telsh memenuhi syarat-syarat seperti dijelaskan diatas, maka sama halnya dengan menentang hukum-hukum Allah. Ia telah berbuat zalim atau durhaka pada pimpinan yang sah dan berarti telah memisahkan diri dari jamaah.menaati pimpinan adalah salah satu perintah Allah swt.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS Al-Nisa: 59)
Rasulullah bersabdah :
Artinya :
“ barang siapa keluar dari taat dan memisahkan diri dari jamaah, kemudian ia mati, maka matinya termasuk mati jahiliyah”(HR. Muslim)
Contoh perbuatan bughat
pada masa rasulullah saw. Di madinah, orang-orang yahudi bani quraidhah melakukan pengingkaran terhadap perjanjian perdamaian yang dibuat bersama rasulullahsaw. Lalu mereka melakukan pembangkangan , penyerangan dan pembunuhan terhadap umat islamoleh Rasulullah saw. Akhirnya Bani Quraidhah ini diperangi.perbuatan orang-orang Bani Quraidhah termasuk bughat.
Hikmah dilarangnya bughat
a.       terjadinya kedamaian dan kerukunan didalam masnyarakat.
b.      Pemerintahan atau iman yang sah menurut hukum diberikan kebebasan untuk bertindak rangka membela diri, menegakkan keadilan.
c.       Masyarakat tidak boleh semena-mena melakukan tindakan melawan pemerintahan yang sah.
d.      Jika ada perbedaan pendapat harus disalurkan dengan cara-cara yang baik dan benar.